IISH

Mencari suara yang dibungkam

Hersri Setiawan

Hersri Setiawan

Koleksi In Search of Silenced Voices berisi serankaian wawancara dengan orang-orang Indonesia dalam pengasingan, yang direkam oleh Hersri Setiawan dan disimpan di Institut Internasional Sejarah Sosial (IISG).
Hersri (lahir di Yogyakarta, 1936) telah mengikuti studi sosiologi di Universitas Gajah Mada di Yogyakarta dan lalu melanjutkan studinya ke Akademi Drama dan Film.Dari tahun 1961 sampai 1965 ia menjadi wakil Indonesia untuk organisasi Persatuan Penulis Asia dan Afrika di Colombo. Sekembalinya di Indonesia Hersri menjadi anggota staf Universitas 17 Agustus di Jakarta. Sejak tahun 1969 sampai 1978 ia adalah tahanan politik (tapol) di Jakarta dan di pulau Buru.Dia telah tinggal di negeri Belanda sejak tahun 1985 dimana ia bekerja sebagai penterjemah. Di penghujung tahun 1990-an Hersri membuat rekaman wawancara In Search of Silenced Voices di berbagai negeri Eropa dan Asia.

Tujuan dari proyek sejarah lisan In Search of Silenced Voices adalah untuk mengumpulkan sejarah kehidupan individu dengan cara mewawancarai emigran politik Indonesia yang masih berdiam di Eropa Barat, Cina, Vietnam dan Indonesia. Sejarah hidup ini meliputi aktivitas mereka sebagai kaum intelektual kiri Indonesia sebelum tahun 1965 dan juga diaspora apa-apa yang mereka alami sejak 1965. Peranan politik dan pengalaman-pengalaman pribadi berturut-turut dalam tiga periode kehidupan mereka telah direkam:
- Di Indonesia sebelum 30 September 1965
- Di luar negeri setelah 30 September 1965
- Sebagai migran di masing-masing negeri yang didiami.

Hersri Setiawan

Wawancara-wawancara ini sangat penting dalam dua hal: di satu segi wawancara-wawancara ini memberikan bahan-bahan yang belum dikumpul dan yang berisi data-data unik dari sejarah gerakan kiri Indonesia sebelum 1965 yang secara sistimatis telah dibungkam oleh orde baru presiden Soeharto. Cerita-cerita hidup ini juga akan memberikan informasi tentang hubungan antara anggota-anggota berbagai organisasi kiri dan akar penunjangnya grassroot) serta berbagai strategi untuk memobilisasi sokongan massa dan juga gerak intern dinamis dari organisasi-organisasi massa.
Di segi lain cerita-cerita ini memberikan informasi penting tentang diaspora kaum kiri setelah 1965 yang akan memungkinkan para peneliti mendatang melakukan penulisan sejarah tentang kelompok yang dilupakan ini.
Cerita-cerita hidup dari sekitar 50 orang telah direkam di negeri Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Zwedia, Cina dan juga di Indonesia walaupun tempat ini tidak termasuk plan poyek. Sejumlah wawancara relatif singkat (1-3 kaset atau 90 menit), sedangkan yang lain terdiri dari 20 kaset berisi biografi-biografi yang unik yang kalau tidak direkam ada kemungkinan hilang. Sekarang ini Institut Internasional Sejarah Sosial (IISS) secara total telah memiliki lebih dari 200 kaset dalam koleksinya yang berarti bahwa arsif sejarah lisan yang terdiri dari sekitar 300 jam telah terkumpul. Kaset-kaset wawancara dan rekaman-rekaman lain ini telah diserahkan pada IISS oleh Hersri Setiawan, pewawancara dan peneliti dari proyek ini. Sebagian besar dari koleksi ini bisa didingar.

Sebagai hasil tambahan dari proyek ini telah terkumpul hampir 3000 halaman bahan tertulis dan dokumen-documen tercetak yaitu: koleksi surat-surat, laporan-laporan, riwayat hidup dan dokumentasi dari kelompok eksil Indonesia yang bersangkutan dengan kaum kiri Indonesia termasuk LEKRA ( Lembaga Kebudayaan Rakyat), gerakan buruh, Patai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi-organisasi lainnya. Dalam bahan-bahan ini ada juga terjemahan tulisan Karl Marx Das Kapital dan sejarah PKI. Untuk bahan-bahan ini lihat daftar koleksi the Indonesian Exiles of the Left (Kelompok kaum kiri eksil Indonesia). Lihat juga arsip-arsip Oei Tjoe Tat, Soerjono dan Suparna Sastradiredja.

Baliklah daftar yang diwawancarai atau dengarlah beberapa fragmen dari wawancara dengan Pak Agam Wispi dan Ibu Francisca C. Fanggidaej.

Selain itu bisa dilihat arsip-arsip dan koleksi-koleksi di IISS antara lain Jeanne van Ammers, Martha Meijer, Oei Tjoe Tat, Poncke Princen, Adam Soepardjan, Soerjono dan Suparna Sastradiredja serta Amnesty Internasional, Komite Indonesia [Komite Indonesia di Belanda] dan Tapol (tahanan politik Indonesia).

Text: Emile Schwidder, 2005
top